Bangkitnya Perumahan Massal

Bangkitnya Perumahan Massal

Bangkitnya Perumahan Massal – Meskipun berbagai insentif dan program ditawarkan untuk mendorong pembangunan perumahan massal berpenghasilan rendah, sektor perumahan Indonesia masih belum dapat mengimbangi pertumbuhan populasi dan permintaan. Indonesia membutuhkan sekitar 400.000 rumah baru setiap tahun di samping tumpukan besar perumahan 13,5 juta unit. Tanpa terobosan yang signifikan, banyak yang takut bahwa kaum milenial Indonesia tidak akan mampu membeli di pusat-pusat kota. Ini adalah masalah yang signifikan karena Indonesia berupaya memanfaatkan kekuatan ekonomi dari populasi yang muda dan produktif. Kepemilikan properti merupakan komponen kunci untuk mengamankan keberlanjutan pertumbuhan kelas menengah dan kelayakan ekonomi jangka panjang.

Naik, meskipun perlahan, pembangunan infrastruktur, termasuk perumahan, telah menjadi salah satu prioritas utama pemerintahan Joko Widodo. Itulah sebabnya, pemerintah Indonesia telah tertarik untuk memperkenalkan berbagai kebijakan dan program untuk memacu pertumbuhan sektor perumahan massal. Tidak lama setelah dia menjabat pada tahun 2014, Presiden Jokowi meluncurkan program ‘satu juta rumah’. Di bawah inisiatif ini, pemerintah Indonesia bertekad untuk membangun satu juta unit akomodasi setiap tahun hingga berakhir pada tahun 2019. Sayangnya, karena keterbatasan anggaran negara, implementasi program ini telah meleset dari target dalam dua tahun terakhir. Pada 2015, misalnya, hanya 699.770 rumah yang dibangun. Setahun kemudian, pada tahun 2016, jumlah rumah yang baru dibangun meningkat menjadi 805.169 unit; tetapi masih kurang dari target awalnya. https://beachclean.net/

Dari jumlah ini, Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat membangun 111.796 unit untuk penghuni berpendapatan rendah, yang terdiri dari flat sewa yang terdiri dari 7.860 unit, rumah khusus 6.048 unit, dan bantuan perbaikan rumah untuk 97.888 unit. Kementerian / lembaga lain membangun 16.923 unit, pemerintah daerah 120.180 unit, pengembang perumahan 265.747 unit, dan skema pembiayaan lainnya menyumbang 21.830 unit di samping kegiatan CSR untuk 20 unit dan 35.586 unit oleh publik.

Sementara itu, pengembangan perumahan untuk segmen menengah dan menengah Indonesia pada tahun 2016 mencapai 235.787 unit, yang terdiri dari rumah yang dikembangkan oleh pengembang swasta berjumlah 12.332 unit, penghuni kelas menengah dan atas menyamakan 10.000 unit, rumah komersial non-subsidi 80.235 unit, rumah compliant syariah tanpa subsidi 3.972 unit, dan pinjaman konstruksi rumah untuk 129.248 unit. Pada 2017, Direktorat Jenderal Perumahan menerima Rp 15,6 triliun subsidi perumahan. Anggaran akan dialokasikan untuk skema Fasilitas Likuiditas Hipotek Bersubsidi (FLPP) sebesar Rp 9,7 triliun, naik dari Rp 9,2 triliun di tahun 2016, skema Pembelian Kembali Subsidi Bunga untuk Hipotek (SSB) sebesar Rp 2,2 triliun, dan Pinjaman Bantuan Pembayaran Uang Muka Skema (BUM) sebesar 2,2 triliun, naik Rp 1 triliun dibandingkan dengan tahun 2016 yang sebesar 1,2 triliun. Selain itu, pemerintah berencana memberikan pinjaman pemilikan rumah (KPR) untuk 375.000 unit di bawah skema FLPP, 225.000 unit di bawah skema SSB, dan 550.000 unit di bawah skema BUM.

Transit oriented development (TOD)

Bangkitnya Perumahan Massal

Perusahaan perumahan negara, Perumnas, berencana untuk menggandakan pembangunan perumahan massal pada tahun 2017 dengan meluncurkan sejumlah proyek strategis yang meliputi pembangunan flat pembangunan berorientasi transit, revitalisasi flat lama, menciptakan sinergi dengan perusahaan milik negara lain, pemerintah provinsi Jakarta, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.  Selain itu, Perumnas akan bermitra dengan perusahaan kereta api negara (KAI) untuk membangun flat berbiaya rendah di stasiun komuter menggunakan konsep TOD. Selama tahap awal, perusahaan akan membangun 4.980 flat di Bogor, Pondok Cina, dan stasiun kereta Tanjung Barat dengan total investasi 2 triliun rupiah. Di stasiun Tanjung Barat, Perumnas akan membangun dua menara yang akan menampung 860 apartemen dengan total area 1 hektar. Di stasiun Pondok Cina, perusahaan akan membangun dua menara yang terdiri dari 520 unit yang menempati total area 6.000 meter. Sementara itu, di stasiun Bogor, Perumnas akan membangun enam menara yang terdiri dari 3.600 apartemen dengan total luas 4,2 hektar.

Proyek tengara ini terinspirasi oleh program serupa di Hong Kong dan dianggap cocok untuk daerah perkotaan yang padat dengan lalu lintas padat. Perumnas dan KAI telah menandatangani nota kesepahaman tentang pengembangan kawasan terpadu berdasarkan konsep TOD. Stasiun kereta api akan menempati lantai dasar, sedangkan dua lantai pertama akan digunakan untuk fasilitas komersial dan flat akan dibangun di atasnya. Proyek ini diharapkan akan dimulai pada kuartal kedua 2017. Ke depan, Perumnas akan mensurvei 80 stasiun komuter lainnya untuk menemukan lebih banyak situs potensial untuk konsep TOD. Sementara itu, proyek revitalisasi flat akan dilakukan di beberapa lokasi, seperti Sukaramai di Medan, Ilir Barat di Palembang, dan Kebon Kacang, Tanah Abang, Klender, dan Cengkareng di Jakarta dengan total 23.250 flat. Perumnas juga telah menandatangani perjanjian kemitraan dengan perusahaan milik negara lain, Pertani, untuk membangun 5.000 unit dan menerima penugasan untuk membangun apartemen murah di atas tanah milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan total area 10 hektar. Perusahaan akan membangun 7.100 flat di dekat jalan tol untuk penduduk berpenghasilan rendah. Kementerian masih menunggu penerbitan peraturan presiden untuk mengimplementasikan Peraturan Pemerintah No. 83/2015.

Kerja sama ini akan didasarkan pada skema kemitraan swasta publik sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 38/2015 tentang Kemitraan Pemerintah-Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur. Pasal 5 Huruf S peraturan mengatur bahwa perumahan publik adalah salah satu tujuan dari kemitraan. Kementerian berencana untuk mengembangkan perumahan massal yang seimbang menggunakan skema 1: 2: 3 di beberapa jalan tol di Jawa dan Sumatra dan mengusulkan untuk memasukkan skema PPP perumahan ke dalam buku hijau Bappenas atau Daftar Pinjaman Eksternal Prioritas Jangka Menengah / Hibah. Pemerintah akan memprioritaskan daerah dengan komitmen kuat pada program perumahan untuk mengimplementasikan skema PPP. Namun demikian, skema ini kemungkinan akan diuji pada tahun 2018 karena mungkin perlu waktu satu tahun untuk menyelesaikan studi. Sementara itu, di sektor swasta, Asosiasi Pengembang Rumah dan Hunian Indonesia (Apersi) yang memiliki 3.700 anggota telah menetapkan target untuk membangun 100.000 rumah bersubsidi pada 2017. Ini akan menjadi peningkatan 25% dibandingkan dengan realisasi pada 2016 sebanyak 80.000 unit .

Meningkatkan dukungan pemerintah

Untuk mendorong pembangunan perumahan negara pada tahun 2017, pemerintah Indonesia telah menyiapkan sejumlah kebijakan. Ini termasuk penyusunan peraturan pemerintah tentang perumahan bagi penduduk berpenghasilan rendah berdasarkan paket kebijakan ekonomi ke-13, menerapkan sistem modular untuk mengurangi biaya, dan baru-baru ini meluncurkan kebijakan ekonomi yang adil di mana kebijakan berbasis lahan berfungsi sebagai salah satu pilarnya. Pemerintah juga berencana untuk mendirikan perusahaan induk perumahan negara untuk meningkatkan kemampuan perusahaan milik negara di sektor perumahan. Untuk membuka jalan bagi pembentukannya, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 83/2015 tentang Perusahaan Pengembangan Perumahan Nasional (Perumnas).

Perusahaan induk akan berfungsi sebagai pembeli rumah dan flat yang dikembangkan oleh pengembang negara dan swasta. Perusahaan juga akan diizinkan untuk mengelola bank tanah untuk menyediakan perumahan bagi penduduk berpenghasilan rendah. Perumahan vertikal akan menjadi prioritas karena dapat menampung lebih banyak unit daripada perumahan mendarat. Dua lokasi potensial untuk dimasukkan ke dalam landbank perusahaan adalah sebidang tanah 4 hektar di Kemayoran, Jakarta dan tanah yang disengketakan di Saidan, Yogyakarta.

Sinergi dan kemitraan yang lebih baik

Sinergi antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan, pengembang swasta dan negara, pemilik tanah, dan lembaga keuangan sangat diperlukan dalam meningkatkan laju pembangunan perumahan massal di Indonesia. Bank Indonesia, misalnya, telah menyediakan fasilitas dalam bentuk pinjaman untuk nilai dan pembiayaan untuk nilai untuk membeli rumah. Bank Tabungan Negara (BTN), salah satu penyedia pinjaman kepemilikan rumah terbesar, berencana untuk meluncurkan KPR mikro pada tahun 2017. Selain itu, Bank juga akan bermitra dengan tujuh perusahaan milik negara, termasuk Perumnas dan BPJS Ketenagakerjaan, untuk mengurangi perumahan. backlog di negara ini. BPJS telah menawarkan uang muka dan pinjaman perbaikan rumah kepada anggotanya untuk beberapa waktu sekarang dengan memungkinkan mereka untuk menarik 30% dari tabungan pensiun mereka. Dengan bermitra dengan BTN, BPJS sekarang dapat menawarkan tiga jenis pinjaman perumahan kepada 20.000 anggotanya. Mereka adalah pinjaman uang muka, pinjaman kepemilikan rumah, dan pinjaman perbaikan rumah. Agensi akan memberikan surat referensi kepada bank yang pada gilirannya akan menilai kelayakan kredit anggota dan memberikan pinjaman jika mereka memenuhi persyaratan.

Ketersediaan lahan dan pembiayaan tetap menjadi kendala

Salah satu kendala utama yang menghambat pembangunan perumahan massal di Indonesia, terutama di daerah perkotaan, adalah ketersediaan lahan. Untuk mengatasi masalah ini, Presiden Jokowi baru-baru ini meluncurkan kebijakan ekonomi yang adil yang didasarkan pada tiga pilar, yaitu sumber daya manusia, tanah, dan peluang. Di bawah kebijakan ini, pemerintah akan membantu kaum miskin kota mempertahankan tempat tinggal di daerah perkotaan melalui redistribusi aset dan konsolidasi lahan dengan para pemangku kepentingan terkait, seperti Direktorat Jenderal Perumahan, Perumnas perusahaan perumahan negara, dan pemerintah daerah. Selain itu, pemerintah Indonesia juga berencana untuk mengenakan pajak progresif atas tanah yang tidak digunakan, pajak capital gain atas penjualan dan pembelian tanah, dan pajak aset yang tidak digunakan untuk mencegah praktik perampasan tanah dan untuk memastikan distribusi tanah yang merata. Menurut Jokowi, ketidaksetaraan kepemilikan tanah adalah masalah besar yang perlu diselesaikan oleh pemerintah melalui sistem pajak yang adil dan reformasi agraria. Kendala utama lainnya yang menghambat pertumbuhan industri perumahan massal adalah kurangnya pembiayaan untuk proyek perumahan murah. Kontribusi sektor perbankan untuk program FLPP masih sekitar 10%. Pemerintah berencana untuk meningkatkan keterlibatan sektor swasta dalam program ini menjadi 15% pada tahun 2017.

Untuk mengakomodasi pekerja informal yang tidak dapat mengakses pinjaman kepemilikan rumah karena risiko tinggi, pemerintah sedang mempersiapkan skema khusus yang dijuluki Bantuan Pendanaan Perumahan Berbasis Tabungan. Peraturan menteri, pedoman umum dan teknis tentang program ini saat ini sedang dipersiapkan. Di bawah skema ini, pekerja informal akan mendapatkan diskon berdasarkan harga rumah, bukan dalam bentuk subsidi tingkat bunga seperti yang berlaku sekarang. Pinjaman kepemilikan rumah ini akan menggunakan tarif komersial dan bantuan pemerintah akan diberikan dimuka. Kendala lain yang menghambat pengembangan industri perumahan massal di Indonesia adalah pita merah dan peraturan yang tumpang tindih. Apersi, misalnya, mengeluh tentang kurangnya dukungan dari pemerintah daerah. Banyak proyek perumahan terhambat oleh keterlambatan penyediaan infrastruktur pendukung seperti listrik, air, dan akses jalan. Selain itu, izin lokal dan biaya ilegal yang dapat meningkatkan harga rumah hingga 20% juga masih menjadi masalah.

Peluang investasi masih terbuka lebar

Secara keseluruhan, peluang investasi di sektor perumahan masih menjanjikan mengingat simpanan dan tekad pemerintah untuk mendorong laju pembangunan perumahan. Ke depan, pengembangan perumahan vertikal akan lebih dominan di daerah perkotaan. Namun, rumah-rumah yang didaratkan masih akan memiliki pasar sendiri, terutama di kota-kota sekunder. Peluang investasi menarik lainnya adalah di sektor bahan bangunan yang diperkirakan akan tumbuh sejalan dengan peningkatan proyek pembangunan perumahan selama beberapa tahun ke depan. Selain itu, rencana pemerintah untuk menerapkan sistem modular untuk mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi akan menawarkan peluang emas bagi produsen beton pracetak dan produsen lain di sektor terkait konstruksi modular.