Meningkatnya Pasokan dan Permintaan Industri Properti Indonesia

Meningkatnya Pasokan dan Permintaan Industri Properti Indonesia

Meningkatnya Pasokan dan Permintaan Industri Properti Indonesia – Sektor properti industri Indonesia telah menghadapi tantangan karena investor industri ragu-ragu dan menunda masuk atau ekspansi mereka karena ketidakpastian yang lebih besar dalam iklim ekonomi lokal dan global. Di bawah dorongan infrastruktur pemerintah Indonesia, lahan industri dan kawasan industri telah diberi perhatian baru dan memberikan dorongan pada sektor ini. Penawaran dan permintaan sama-sama meningkat karena pemerintah Indonesia menawarkan lebih banyak insentif untuk memfasilitasi pengembang properti industri dan perusahaan yang mengoperasikan pabrik dan gudang di zona industri Indonesia. Berdasarkan Master Plan Pengembangan Industri Nasional, pemerintah Indonesia telah menetapkan target untuk mengembangkan 36 kawasan industri baru dengan total luas 50.000 hektar

Meningkatnya penawaran dan permintaan

Setelah mencatat pertumbuhan stagnan selama dekade terakhir, sektor properti industri Indonesia pulih setelah upaya pemerintah Indonesia untuk menarik investor industri di bawah Presiden Joko Widodo. Sejak kampanye kepresidenannya tahun 2014, Presiden telah menegaskan bahwa penekanan pemerintahannya akan pada peningkatan infrastruktur dan pengembangan industri Indonesia, di mana sektor properti industri akan memainkan peran penting dalam pengelompokan perkembangan seperti itu. Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan Indonesia pada tahun 2013, Indonesia memiliki 74 kawasan industri dengan total area 30.000 hektar di mana 55 di antaranya berlokasi di Jawa (22.795,90 hektar), 16 di Sumatra (4.493,45 hektar), 1 di Kalimantan (546 hektar), dan 2 di Sulawesi (2.203 hektar). Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah area industri terbesar dan menyumbang hampir 74% dari properti industri negara karena kedekatannya dengan wilayah ibukota khusus Jakarta dan pelabuhan Tanjung Priok. Lebih dari 50% kontribusi industri untuk ekonomi nasional berasal dari provinsi; menggambarkan kepentingan strategisnya namun juga ketidakseimbangan yang menciptakan kemacetan di sektor logistik Indonesia. slot online

Sebagian besar wilayah industri Indonesia atau 94% dimiliki oleh sektor swasta. Pemerintah Indonesia, melalui badan usaha milik negara, memiliki 6%. Ini sangat kontras dengan negara-negara Asia lainnya. Di Jepang, misalnya, pemerintah memiliki 85% dari total area lahan industri, Taiwan memiliki 90%, Singapura 85%, Malaysia 78%, Korea Selatan 70%, dan Thailand memiliki 53% kepemilikan negara. Ke depan, pemerintah Indonesia akan mengembangkan zona industri baru dari wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi) dan Jawa Barat untuk memastikan distribusi kekayaan dan pembangunan yang merata di seluruh negeri. Berdasarkan Master Plan Pengembangan Industri Nasional 2015 – 2035, pemerintah Indonesia telah menetapkan target untuk mengembangkan 36 kawasan industri baru dengan total luas 50.000 hektar. Hingga saat ini, Kementerian Perindustrian Indonesia telah memfasilitasi pengembangan 14 proyek kawasan industri di luar Jawa yang telah menjadi prioritas nasional. Sayangnya, hanya tiga kawasan industri di Morowali, Bitung, dan Sei Mangke yang telah dikembangkan sejauh ini. Kawasan industri lainnya, terutama di Maluku dan Papua, masih menghadapi sejumlah kendala mulai dari pembebasan lahan, kurangnya infrastruktur dan sumber daya manusia yang berkualitas, biaya logistik yang tinggi dengan harga gas yang mahal. www.benchwarmerscoffee.com

Selain itu, penurunan pendapatan negara Indonesia yang telah menyebabkan pemotongan anggaran dan pengeluaran, telah menyulitkan pemerintah Indonesia untuk mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung kawasan industri baru dan yang ada seperti jalan, bandara, pelabuhan laut, kereta api, pembangkit listrik dan pasokan air yang diperkirakan mencapai Rp 55,45 triliun. Mengingat kemajuan yang lambat dalam pengembangan beberapa kawasan industri prioritas, pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan untuk memperluas daftar dengan menambahkan kawasan industri baru yang telah menunjukkan kemajuan pesat. Di antaranya adalah Dumai (Riau), Tanjung Buton (Riau), Berau (Kalimantan Timur), Tanah Kuning (Kalimantan Utara), JIIPE (Jawa Timur), Kendal (Jawa Tengah), dan kawasan industri Wilmar (Serang).

Selain pemerintah pusat, perusahaan milik negara Indonesia dan sektor swasta juga banyak berinvestasi dalam pengembangan kawasan industri baru; baik di dalam maupun di luar Jawa pada tahun lalu. Beberapa area ini telah menerima insentif KLIK (Fasilitas Investasi Konstruksi Langsung) dari pemerintah. Ini termasuk empat daerah di Jawa Tengah, yaitu Kendal, Bukit Semarang, Tugu Wijaya Kusuma, dan kawasan industri Candi, satu area di Jawa Timur yaitu Java Integrated Industry dan Port Estate di Gresik, satu di Bantaeng, Sulawesi Selatan, dan tiga area di Banten, yaitu Wilmar, ModernCikande, dan kawasan industri Krakatau dengan total luas 10.941 hektar. Selain itu, sejumlah negara tetangga juga tertarik mengembangkan zona industri di Indonesia melalui kemitraan G-to-G. Singapura, misalnya, bermitra dengan pemerintah untuk mengembangkan kawasan industri ‘Park by the Bay’ di Kendal, Jawa Tengah. Sementara itu, Australia melalui Dewan Bisnis Australia Indonesia (AIBC) telah menandatangani nota kesepahaman tentang peluang kemitraan investasi dalam pengembangan properti industri dengan Banten Global Development (BGD), sebuah perusahaan milik daerah di bawah wewenang Provinsi Banten. Meskipun permintaan melambat di wilayah Jabodetabek, permintaan keseluruhan untuk properti industri di Indonesia pada 2016 meningkat. Asosiasi Kawasan Industri Indonesia (HKI) memperkirakan bahwa hanya 250 hektar dari 800 hektar lahan yang sudah matang di wilayah Jabodetabek akan terjual pada akhir 2016. Sebaliknya, permintaan akan properti industri di Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan di luar Jawa sedang meningkat. Dengan demikian, telah terjadi pergeseran permintaan dari wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat ke pusat-pusat industri baru yang menawarkan harga tanah yang lebih murah dan biaya tenaga kerja yang lebih. Kawasan Industri Jababeka (KIJA), misalnya, mencatat pendapatan Rp 3,28 triliun dari 16 investor yang membeli total 203.595 meter persegi tanahnya di kawasan industri Kendal. Contoh selanjutnya adalah Berkah Kawasan Manyar Sejahtera yang telah menandatangani perjanjian jual beli senilai IDR 3,05 triliun dan 26,84 miliar JP ¥ untuk tanahnya di JIIPE, Gresik.

Tantangan dan persaingan

Meningkatnya Pasokan dan Permintaan Industri Properti Indonesia

Salah satu tantangan utama yang dihadapi sektor properti industri Indonesia adalah melambungnya harga tanah. Harga tanah industri negara itu lebih mahal dan meningkat pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga tanah industri di negara-negara ASEAN lainnya. Harga tanah rata-rata di Jakarta dan sekitarnya adalah $ 191 USD per meter persegi. Ini lebih tinggi dari harga tanah di Bangkok, Thailand dan Vietnam masing-masing $ 144 USD dan $ 45 – $ 150. Selain itu, kenaikan tingkat apresiasi harga lahan industri di Indonesia juga jauh di atas tetangganya, mencapai 30% per tahun dibandingkan dengan 21% dan 14% di Thailand dan Vietnam masing-masing.

Alasan utama di balik melonjaknya harga lahan industri di Indonesia adalah karena sebagian besar lokasi lahan industri yang cocok dimiliki oleh sektor swasta yang secara sepihak dapat menetapkan harga untuk mengimbangi penawaran dan permintaan. Dengan demikian, sulit bagi pemerintah Indonesia untuk mengendalikan kekuatan pasar yang mengatur harga tanah dan implementasi undang-undang yang mengatur pengadaan tanah untuk kepentingan umum tetap lemah. Masalah lain yang menghambat pengembangan kawasan industri di Indonesia adalah Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN No. 2/1999 tentang izin lokasi yang membatasi kepemilikan kawasan industri oleh sekelompok perusahaan hingga 400 hektar di satu provinsi. dan 4.000 hektar di seluruh Indonesia. Ini menyulitkan pengembang properti industri untuk memperluas kawasan industri mereka karena mereka harus mendapatkan surat rekomendasi dari Kementerian Agraria dan Perencanaan Tata Ruang. Sektor properti industri Indonesia sangat bergantung pada investor, terutama investor asing. Investor ini mempertimbangkan banyak aspek sebelum memutuskan untuk membangun pabrik atau gudang di kawasan industri. Sebagian besar aspek ini berada di luar kendali pengembang kawasan industri; misalnya, ketersediaan infrastruktur pendukung, seperti jalan tol dan kereta api, insentif pemerintah dalam bentuk pembebasan pajak atau tunjangan pajak, antara lain. Kondisi seperti itu perlu menarik dalam lanskap investasi properti industri yang sangat kompetitif. Pesaing utama Indonesia di sektor properti industri di ASEAN adalah Vietnam. Negara ini telah secara agresif mengembangkan kawasan industrinya dalam beberapa tahun terakhir yang kini telah mencapai 304 kawasan industri. Selama Januari-September 2015, Indonesia menarik investasi asing langsung sebesar $ 15,48 miliar USD atau 26% dari total aliran FDI ke ASEAN selama periode tersebut. Vietnam mendekati $ 11,61 milyar USD atau 19%. Vietnam dianggap menawarkan insentif yang lebih menarik bagi investor di wilayah industrinya seperti masa konsesi 100 tahun dibandingkan dengan 30 tahun di Indonesia.

Dukungan dari pemerintah yang murah hati

Pemerintahan Jokowi telah menjadikan pengembangan sektor properti industri di Indonesia sebagai program prioritas. Pasar properti industri Indonesia berkontribusi 40% terhadap total ekspor nonmigas dan menarik 60% dari total investasi di sektor industri. Selain itu, sektor ini dapat menghasilkan efek pengganda yang signifikan terhadap ekonomi lokal, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia seperti menarik investasi asing, menciptakan lapangan kerja baru, dan meningkatkan kegiatan ekonomi di daerah sekitarnya. Untuk mempercepat pengembangan kawasan industri di Indonesia, pemerintah telah menawarkan berbagai insentif baik untuk pengembang properti industri dan perusahaan yang mengoperasikan pabrik dan gudang di zona industri. Insentif ini termasuk program KLIK yang merupakan bagian dari paket kebijakan ekonomi kedua yang diluncurkan oleh pemerintah Indonesia pada bulan September 2015; manfaat tambahan termasuk pembebasan pajak tiga tahun untuk impor barang modal, dan potongan harga gas untuk berbagai industri termasuk pupuk, petrokimia, dan baja, dan banyak lainnya.

Di bawah program KLIK, yang sebelumnya hanya tersedia bagi investor yang berinvestasi setidaknya Rp100 miliar atau mempekerjakan 1.000 pekerja, investor dapat memulai konstruksi setelah mengajukan izin prinsip melalui sistem layanan terpadu satu pintu (PTSP), sehingga mempercepat jeda waktu antara komitmen investasi dengan investasi aktual. Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), ada 14 kawasan industri yang telah menerapkan KLIK. Tentu saja, implementasi tetap menjadi masalah dengan program satu pintu sebagai variasi dalam kepatuhan terhadap proses yang berbeda dari provinsi ke provinsi. Selanjutnya, untuk menyelesaikan berbagai masalah di sektor ini, khususnya masalah pembebasan lahan, Pemerintah Indonesia telah membentuk gugus tugas khusus di bawah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengusulkan untuk memperluas definisi ‘kepentingan publik’ dalam UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan untuk Kepentingan Umum agar mencakup kawasan lahan industri, sedangkan Menteri Urusan Agraria dan Tata Ruang Perencanaan diusulkan untuk memasukkan pengembangan properti industri ke dalam daftar proyek strategis dalam Peraturan Presiden No. 3/2016 tentang proyek strategis nasional untuk memfasilitasi pembebasan lahan.

Prospek cerah di depan

Prospek sektor properti industri Indonesia masih cerah di tengah perlambatan ekonomi. Ke depan, pertumbuhan sektor ini akan didorong oleh pusat-pusat industri baru di luar wilayah Jabodetabek seperti Serang, Kendal, Gresik, dan di luar Jawa. Selain itu, Subang di Jawa Barat juga diharapkan menjadi pendorong pertumbuhan begitu pemerintah menyelesaikan pembangunan Pelabuhan Patimban. Banyak yang meramalkan bahwa sektor ini akan menikmati pertumbuhan yang signifikan pada 2017 – 2018 ketika paket kebijakan ekonomi Presiden Jokowi diluncurkan pada 2015 – 2016 mulai berlaku.